Sepotong puisi almarhum W.S. Rendra itu kini makin akrab di telingaku. Semakin lama, hidup semakin asyik menghajarku hingga nyaris tiada yang tersisa. Satu-satunya yang tertinggal mungkin hanyalah kesabaran. Kesabaran dan kesabaran. Mungkin bosan rasanya harus bersabar di tengah keterpurukan, namun tiada lagi yang bisa dilakukan dalam situasi terpuruk dan terjepit ini selain bersabar.
Sabar dalam menerima apa saja yang dihantamkan kehidupan ke dada kita. Sabar menerima segala yang memunggungi kita. Sabar menghadapi segala kemungkinan di depan yang mungkin bisa menjatuhkan kita. Kesabaran bagaikan tameng yang tiada habis-habisnya. Ia yang senantiasa menjaga laku kita dalam kehidupan.
Bilamana kesabaran hilang, maka segala hal bisa kita lakukan. Prinsip-prinsip apapun bisa kita langgar. Akal sehat bisa kita tipu, hati nurani bisa kita remukkan. Segala yang baik dari kehidupan bisa sirna sekejap mata. Tiada lagi batasan-batasan yang tidak bisa kita langgar, semuanya bisa dilanggar. Bilamana kesabaran lenyap, sesungguhnya itulah kemenangan kehidupan. Hilangnya kesabaran berarti suksesnya hidup menjatuhkan kita.
Kesabaran bagaikan bumi yang senantiasa memancarkan kehidupan, harapan-harapan baru, serta semangat untuk senantiasa bertahan dalam situasi apapun. Dalam keadaan sesempit apapun, kita masih bisa tersenyum dan bersyukur.