Di Indonesia, Tuhan Saja Digarong kok!

Seorang kawan berkata pada saya, “Suatu saat saya ingin pindah kewarganegaraan. Pokoknya pindah, out dari Indonesia. Mengapa? Saya cinta Indonesia, saya cinta tanah kelahiran saya, tapi saya benci tatanan sistemnya serta kelakuan korup manusianya…”

Tidaklah tepat bila sampeyan kemudian menunjuk jidat kawan saya sambil berteriak, “Kamu tidak nasionalis!” Soalnya, jin di sumur tetangga saya juga tahu kalau nasionalisme Indonesia di tahun belakangan ini cuman nongol pas ada kejuaraan sepakbola antar negara saja. Tiba-tiba semuanya Indonesia, tiba-tiba semuanya Bhineka Tunggal Ika, tiba-tiba Malaysia mau diganyang. Tapi begitu acara usai, semuanya sirna ditelan badai topan.

Apakah Indonesia itu? Apakah Indonesia itu sekumpulan pria berseragam cokelat tua yang mengurusi Anda ketika Anda butuh KTP, mengurus SIM, surat pindah, surat tilang, surat utang, surat nikah, surat cerai, dan kalau urusan selesai, Anda harus membayarnya? Apakah Indonesia itu para manusia berjas yang setiap hari ada di TV membicarakan nasib rakyat miskin yang kemudian tiada banjir tiada tsunami tiba-tiba menyimpulkan bahwa rakyat membutuhkan dirinya? Apakah Indonesia itu Anda?

Kalau membicarakan kontradiksi dalam tubuh Indonesia, tentu saja mungkin kita akan membutuhkan 20.000.000 lembar kertas kosong untuk menuliskannya. Misal, Indonesia menghendaki pemerataan, kenyataannya yang terjadi bukan pemerataan, tapi rumah-rumah dan lapak-lapak rakyat benar-benar dibikin rata dengan tanah. Indonesia ingin demokratisasi di segala bidang, hasilnya penggarongan duit negara benar-benar terjadi dengan sangat demokratis di nyaris semua institusi pemerintahan mulai nukleus sampai spesies. Bahkan, keputusan untuk korupsi atau tidak kini bisa dimusyawarahkan terlebih dahulu oleh para elite dengan sangat transparan, terbuka, dan bersahaja, dengan sorotan puluhan kamera untuk disiarkan dan dipublikasikan ke seluruh penjuru negeri. Luar biasa!

Itulah negeri kita. Mungkin butuh 20 gempa bumi besar lagi untuk menyadarkan para pemimpin kita agar mereka sadar bahwa sekarang ini mereka tidak sedang main gaple, tapi mereka ini sedang memimpin sebuah negara dengan jumlah penduduknya yang besar, yang kebanyakan miskin. Tapi sudahlah, saya sudah bosan membahas itu.

Apakah Indonesia negeri garong? Mungkin, walau mungkin sekarang bukan the greatest garong of the garong. Jangankan manusia, Tuhan saja digarong kok. Sebut saja nama politikus jaman sekarang dari parpol manapun yang tidak berani menggarong Tuhan? Susah. Jumlah penggarong Tuhan itu berkali kali lipat daripada jumlah politikus jujur yang masih memihak hari nurani. Tuhan itu kan katanya kaya, tapi kok ada kemiskinan di Indonesia, sementara katanya Tuhan itu bermurah hati dengan menjadikan negeri ini subur sesubur-suburnya?

Tanyalah pada kaum penggarong itu, bagaimana modus mereka menggarong kekayaan Tuhan. Bagaimana tikus-tikus kecil itu bahu-membahu menciptakan kemiskinan dan kegalauan, dan berpesta pora di tengah kebimbangan massal. Tanya pada garong itu, bagaimana kegilaan mereka secara langsung dan tidak langsung telah mengajari rakyat untuk menjadi garong pula. Tanya pada mereka, bagaimana situasi serba susah yang mereka ciptakan itu telah membuat rakyat menggarong sesama rakyat, menghalalkan penggarongan, dan menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang penuh garong. Dan kelak kita akan dikenal sebagai garong saja, bukan lagi bangsa garong atau negara garong.

One response to this post.

  1. pertamaxxx . . . 🙂 tulisane muantapp kang . . . 🙂

    Reply

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: