Archive for August 16th, 2010

2010: Jihad fi Sabilillah

Continue reading

Sebuah Isyarat Nabi

Continue reading

Muslimin Rahmatan lil Alamin

Jika dipikir-pikir, tidak ada alasan bagi seorang Muslimin untuk tidak selalu bersyukur dan berbahagia. Beberapa menit setelah ia keluar dari rahim ibunya, ia mendengar takbir dalam kalimat adzan, “Allahu Akbar, Allahu Akbar”. Bagaimana si bayi merah ini sudah dibesarkan hatinya dan dikuatkan jiwa raganya, bahwasahnya nanti setelah kau lahir di dunia, janganlah takut pada apapun dan bersedih akan apapun, sebab semua itu bukanlah apa-apa jika dibandingkan kebesaran Allah yang menciptakanmu. Bahwasahnya setelah kamu besar dan jadi orang, sudah digelarkan dihadapanmu shiratal mustaqiim, jalan yang lurus, dan kamu akan menyandang status gagah sebagai khalifah atau pemimpin yang mengemban amanat rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam sebagaimana agamamu mengajarkan itu.

Ia juga diberi satu buku sarat ilmu dan nilai, Al-Qur’anulkarim, serta panutan-teladan seorang manusia bernama Muhammad bin Abdullah. Maka kalau nanti dia masih saja tersesat dan kebingungan dalam kehidupannya, ia tersesat dari jalan yang benar. Betapa ironisnya.

Islam adalah agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta, bukan hanya bagi kaum manusia, bahkan kaum jin-pun kebagian rahmatnya, juga semua tumbuhan dan binatang yang senantiasa bertasbih. Dan pasukan-pasukan pengabar dan pelaku misi-misi kerahmatan itu adalah kaum Muslimin. Setiap individu, setiap koloni, setiap apa yang digagas kaum Muslimin harus bisa menjadi rahmat dan manfaat bagi semua orang.

Inilah yang terkadang meleset dalam alam pikiran kita. Jangan dikira bahwa rahmatan lil alamin itu hanyalah gelar yang secara iseng-iseng dilabelkan pada Islam lalu kita sebagai penganut Islam tidak merasa perlu untuk menyebarkan manfaat bagi sekitar. Setiap Muslim, setiap individu per-orangnya, itulah sebenarnya yang disebut ‘rahmat’. Jadi kalau Indonesia memiliki ratusan juta orang Islam, artinya Indonesia memiliki ratusan juta rahmat. Tapi mengapa sampai detik ini negara kita legrek alias bobrok, kesenjangan dimana-mana, kebodohan, kemiskinan, ketakpedulian, ketidakadilan merajalela. Barangkali karena kita tidak menyadari bahwa kita ini ditugasi memberi manfaat dalam segala lini kehidupan.

Alih-alih memberi manfaat, kita lebih senang menengadahkan tangan mengemis manfaat pada orang. Sebagian kita mau memberi manfaat asal ada manfaat duniawi lain yang lebih besar yang akan kita terima; pujian, popularitas, dan keuntungan finansial misalnya. Sampai-sampai berikrar: “Saya mau bersedekah asal tetangga sekampung melihat”, “Saya mau membantu korban gempa asal saya dipilih pas Pilkada”. Sebagian yang lain lebih tertarik dengan rumbai-rumbai keindahan dunia melalui jalur kekuasaan, harta benda, dan segala kenikmatan yang kita hisap dalam-dalam. Semua itu membutakan mata dan menulikan telinga kita akan amanat rahmatan lil alamin yang harus diperjuangkan. Tak lebih kita sudah mencapai apa yang disebut Qur’an summum bukmun ‘umyun fahum la-yar ji’un.

Saya hanya membayangkan, jikalau setiap Muslimin ini menyadari bahwa dirinya adalah rahmat dan manfaat, maka ia tidak hanya akan berbangga-bangga diri dan cengengesan di depan cermin. Ia akan segera bergerak melakukan apapun yang memberi manfaat bagi kehidupan sambil melupakan segala keuntungan pribadi dan iming-iming dunia. Bahkan andaikata seorang Muslim ditempatkan sendirian di hutan belantara sekalipun, ia tetap mampu memberi manfaat bagi kaum kera, ular, monyet, pepohonan, tetumbuhan, tanah, air, menjaga harmoni kehidupan serta menghindari pengrusakan. Itu di hutan, apalagi di desa, apalagi di kota, apalagi di Indonesia, -yang kaya akan fakir miskin dan yatim piatu yang masih memerlukan pertolongan…

Kefakiran dan Pemfakiran

Continue reading

Antara Qur’an dan Komik

 Continue reading